Senin, 15 Desember 2014

Pengelolaan Dana Preservasi Jalan yang belum sesuai dengan UU No 22 Tahun 2009


Berbicara tentang kebijakan pemerintah, ada banyak hal yang kita ketahui masih ada kekurangan baik dari kurangnya persiapan yang matang hingga kurangnya dana yang harus dikeluarkan untuk mendukung kebijakan tersebut. Hal ini lebih di karena kan tidak adanya sikronisasi atau satu tujuan antar instansi terkait, sehingga fakta di lapangan banyak kebijakan tersebut tidak berjalan semana mestinya. Seperti kasus kerusakan jalan dimana sudah menjadi momok menakutkan bagi pengendara baik roda empat maupun roda dua. Apalagi jalan- jalan rusak itu tidak dilengkapi rambu atau isyarat agar pengendara lebih waspada. Akibatnya,  kecelakaan sering terjadi karena jalan rusak. Tidak hanya sampai disitu kerusakan jalan yang kian parah, tidak lagi sekadar memicu kemacetan lalu lintas semata. Tetapi sudah membahayakan jiwa para pengguna jalan. Bahkan, kerusakan jalan yang merupakan sebagai sarana utama trasportasi, juga telah mematikan kreatifitas dan produktivitas masyarakat. Pemerintah tidak boleh beralasan ke masyarakat belum mendapatkan data atau menerima laporan, atau masih menunggu anggaran. Sebab aparat pemerintah itu ada dari tingkat pemerintah pusat hingga di tingkat kelurahan. Maka, tidak ada alasan belum menerima laporan hasil. Seperti dikutip dari rmol.co bahwa "Pemerintah juga tidak harus menunggu anggaran untuk melakukan perbaikan jalan rusak. Karena, bisa menggunakan Dana Preservasi Jalan (DPJ) yang dikelola oleh unit yang bertanggung jawab kepada Menteri di bidang jalan," jelas Ketua Presidium ITW(Indonesia Traffic Watch), Edison Siahaan, dalam keterangan persnya (Selasa, 25/2).
Penyelenggaraan dana preservasi jalan telah diatur dalam, undang – undang nomor 22 tahun 2009 pasal 30 dikatakan bahwa 
"Pengelolaan Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian."
Tetapi jika kita baca akan prinsipnya ada beberapa prinsip yang tidak sesuai, seperti sudahkah dana tersebut berkelanjutan, akuntabilitas, tranparan dan dapat dipertanggung jawabkan, atau sudah seimbang dan sesuai diperuntukkannya?  Seperti dikutip dari pernyataan Ketua Presidium ITW(Indonesia Traffic Watch), Edison Siahaan mengatakan bahwa "Sayangnya, pengelolaan DPJ tidak transparan. Bahkan pemerintah belum pernah menggunakan DPJ, dan menjelaskan jumlah DPJ yang terhimpun sejak 2009." Jika kita mengutip akan pernyataan tersebut ada benarnya juga bahwa pemerintah belum transparan akan DPJ yang telah didapatkan dari setiap daerah untuk melakukan perbaikan jalan karena masih dalam masa transisi atau masa dimana DPJ masih diambil dari APBN atau APBD, dan walaupun dana telah didapatkan fakta dilapangan bahwa adanya tidak keseimbangan dan kesesuaian antara dana yang dikeluarkan dengan perbaikan jalan yang dibutuhkan, sehingga pemerintah biasanya sering mengeluarkan dana tambahan dalam hal perbaikan jalan.


Karena dana ini seharusnya didapatkan dari beberapa pajak dan retribusi yang didapatkan dari pengguna jalan maka dibutuhkan adanya suatu bentuk konsep perencanaan yang lebih baik sehingga untuk kedepannya dengan didukung suatu landasan hukum dan teori yang kuat sehingga dapat mengatur pengelolaan suatu lembaga yang professional, berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian akan dana preservasi jalan yang telah di dapatkan, sehingga pada saat terjadi kerusakan jalan pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana yang lebih atau dana yang tidak sesuai dengan peruntukkannya karena ada lembaga khusus yang akan menangani dana tersebut. Diharapkan kedepannya dana preservasi jalan sesuai dengan prinsipnya yaitu berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian dengan penggunaanya.

Jumat, 25 April 2014

Kamis, 24 April 2014

Transportasi Kota Palembang


Transportasi di Indonesia saat ini,telah mengalami kemajuan yang sangat cepat. Dari segi kendaraan hingga jalan telah memiliki standar keselamatan, akan tetapi karena kurangnya manajemen lalu lintas membuat jalan utama di perkotaan terlihat tidak teratur seperti saat ini. Akibat dari itu banyak di kota besar terjadi kemacetan, penempatan APILL yang tidak sesuai pada tempatnya, parkir liar, dan lain-lain hal ini lah yang membuat tidak nyamannya pengguna jalan. Di satu sisi juga bertambahnya populasi penduduk kota yang meningkat pesat akan memerlukan beberapa pertimbangan agar lebih berhati-hati terhadap pola penggunaan lahan di masa mendatang dan membangun sistem transportasi yang terpadu.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, pemilik kendaraan pribadi mobil dan sepeda motor juga bertambah pesat pada beberapa tahun terakhir ini, dengan tingkat pertumbuhan lebih dari 10% pertahun. Hal ini juga menyebabkan makin tingginya kemacetan di jalan raya, menambah polusi udara, meningkatkan kecelakaan lalulintas, menurunnya sistem angkutan umum dan menurunnya pejalan kaki dan penggunaan kendaraan tak bermotor. Pertumbuhan jumlah lahan parkir dan sepeda motor juga berpengaruh pada kondisi lingkungan yang memburuk di beberapa tempat seperti di sekitar kota dan termasuk dipusat kota. Faktor-faktor penyebab inilah yang mempunyai kecenderungan peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan dapat menghambat konsep transportasi yang sustainable (berkelanjutan). Oleh sebab itu perlu adanya perencanaan transportasi yang sistematis, seperti di Jalan Jenderal Sudirman di kota Palembang dimana jalan tersebut telah melampaui batas kapasitas jalan
Berdasarkan data survey yang ada di kota Palembang selama 12 jam angkutan umum yang melewati ruas jalan tersebut berjumlah 3926 bus dan 665 angkot. Oleh sebab itu sebagai poros utama, jalan tersebut perlu dilakukan manajemen rekayasa lalu lintas agar berkurangnya permasalahan transportasi di jalan tersebut.


jalan utama di kota Palembang yang setiap harinya selalu dilalui masyarakat untuk beraktivitas dan pada jam tertentu pula sering terjadinya tundaan, atau antrian yg cukup panjang di beberapa titik simpang dan kadang-kadang juga sering menimbulkan kemacetan yang berakibat banyaknya pengendara yang saling menyalip sehingga terjadinya kecelakaan.

Gambaran Umum Kota Palembang

  •       Letak Geografis dan Penduduk
Kota Palembang merupakan salah satu dari 33 Ibu Kota Provinsi di Indonesia. Secara geografis kota ini di lintasi Sungai Musi, sekitar 80 km dari laut yang terletak di sebelah timurnya. Diperkirakan jumlah penduduk kota Palembang diperkirakan 1,5 juta jiwa. Beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan penduduk rata-rata hampir 2% pertahun, jika angka ini terus berlangsung, penduduk kota Palembang pada tahun 2015 akan menjadi 1,65 juta jiwa pada tahun 2030 berjumlah sekitar 2,20 juta jiwa. Dengan luas seluruh wilayah Kota Palembang adalah 400,61 km² namun sebagian besar area di wilayah ini masih berupa lahan tidak terbangun dan belum berpenghuni. Pola penggunaan lahan pada umumnya sebagian besar area komersil yang berlokasi di sepanjang jaringan jalan-jalan utama, dalam hal ini wilayah pemukiman berada pada antara jaringan jalan utama tersebut. Pola yang sama dapat pula kita jumpai di pusat kota.
Pengembangan perkotaan diharapkan ke arah selatan dan timur dimana permukiman sub-perkotaan sudah terbentuk. Wilayah disebelah utara dan barat sebagian besar adalah lahan pertanian. Terdapat rencana untuk menjadikan Palembang sebagai bagian dari kawasan metropolitan, namun kebanyakan lahan-lahan diwilayah ini masih merupakan kawasan pedesaan.
  •       Jaringan Jalan
Jaringan jalan di Kota Palembang merupakan jaringan radial yang didukung oleh beberapa jalan lingkar kota. Jalan radial utama akses jalan Sudirman dimulai dari Jembatan Ampera, yang melintasi Sungai Musi dan di sebelah barat daya sampai ke Alang-Alang Lebar dan terus menuju Provinsi Jambi.
  •       Transportasi Angkutan Umum
Angkutan umum kota terdiri dari Angkutan Bus, Angkot (mini van), Ojeg (taksi sepeda motor) dan taksi. Pada bulan Februari 2010 yang lalu, dimulai operasional Bus BRT Trans Musi dengan armada bus-bus baruyang melayani dari berbagai sudut di kota palembang.
  •       Transportasi Angkutan Kendaraan Tak Bermotor
Moda angkutan tak bermotor, termasuk kendaraan roda tiga (becak), bertempat duduk dua orang, sepeda dan pejalan kaki, merupakan bagian yang paling penting dari sistem transportasi perkotaan.
 
  Permasalahan pada setiap kota umumnya, banyak warganya selalu menginginkan kenyamanan pada saat melakukan aktivitas akan tetapi kurangnya dukungan beberapa orang di pemerintahan membuat pembangunan di kota tersebut, selalu berjalan tidak sesuai rencana yang di tulis dalam sebuah proposal, oleh sebab itu maka dalam pembangunan transportasi yang berkelanjutan seperti di kota Palembang ini dibutuhkan dukungan yang kuat baik dari segi moril ataupun finansial yang tinggi, sehingga pembangunan transportasi yang nyaman membuat masyarakatnya akan lebih tertarik dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi.

Rabu, 23 April 2014

Teori Konflik

       Teori konflik menurut Hyden dan Amundsen 1977, “situasi dimana pengguna jalan berada pada arah masing masing, area dan waktu yang sama sedemikian rupa memungkinkan terjadinya benturan adalah mereka saling dekat dan tidak memungkinkan berubah arah”. Dan selalu hanya dua pengguna jalan yang terlibat.
Menurut Transports Roads Research Laboratory 1987,   definisi tersebut termasuk pelanggaran lalu lintas, kendaraan parkir, dan kecelakaan tunggal
 
Pengklasifikasian Keseriusan Konflik 
    tingkatan keseriusan (severity) berdasarkan 4 faktor yang mempengaruhi masing-masing konflik:
  •        Waktu dimulainya tindakan menghindar (evasive action) sebelum (commenced) terjadi tabrakan yang mungkin terjadi (possible collision) 
  •         Keseriusan tindakan menghindar yang dilakukan
  •         Tipe tindakan menghindar yang memerlukan satu tindakan atau lebih.
  •        Kedekatan (proximity) atau jarak antar kendaraan yang terlibat, pada tindakan menghindar yang cepat (instant evasive action) tersebut berakhir (terminated).