Berbicara tentang kebijakan
pemerintah, ada banyak hal yang kita ketahui masih ada kekurangan baik dari kurangnya
persiapan yang matang hingga kurangnya dana yang harus dikeluarkan untuk
mendukung kebijakan tersebut. Hal ini lebih di karena kan tidak adanya
sikronisasi atau satu tujuan antar instansi terkait, sehingga fakta di lapangan
banyak kebijakan tersebut tidak berjalan semana mestinya. Seperti kasus
kerusakan jalan dimana sudah menjadi momok menakutkan bagi pengendara baik roda
empat maupun roda dua. Apalagi jalan- jalan rusak itu tidak dilengkapi rambu
atau isyarat agar pengendara lebih waspada. Akibatnya, kecelakaan sering
terjadi karena jalan rusak. Tidak hanya sampai disitu kerusakan jalan yang kian
parah, tidak lagi sekadar memicu kemacetan lalu lintas semata. Tetapi sudah
membahayakan jiwa para pengguna jalan. Bahkan, kerusakan jalan yang merupakan
sebagai sarana utama trasportasi, juga telah mematikan kreatifitas dan
produktivitas masyarakat. Pemerintah tidak boleh beralasan ke masyarakat belum mendapatkan
data atau menerima laporan, atau masih menunggu anggaran. Sebab aparat
pemerintah itu ada dari tingkat pemerintah pusat hingga di tingkat kelurahan.
Maka, tidak ada alasan belum menerima laporan hasil. Seperti dikutip dari
rmol.co bahwa "Pemerintah juga tidak harus menunggu anggaran untuk
melakukan perbaikan jalan rusak. Karena, bisa menggunakan Dana Preservasi Jalan
(DPJ) yang dikelola oleh unit yang bertanggung jawab kepada Menteri di bidang
jalan," jelas Ketua Presidium ITW(Indonesia Traffic Watch), Edison
Siahaan, dalam keterangan persnya (Selasa, 25/2).
Penyelenggaraan dana preservasi jalan telah diatur dalam,
undang – undang nomor 22 tahun 2009 pasal 30 dikatakan bahwa
"Pengelolaan Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian."
Tetapi jika kita baca akan prinsipnya
ada beberapa prinsip yang tidak sesuai, seperti sudahkah dana tersebut
berkelanjutan, akuntabilitas, tranparan dan dapat dipertanggung jawabkan, atau
sudah seimbang dan sesuai diperuntukkannya?
Seperti dikutip dari pernyataan Ketua Presidium ITW(Indonesia Traffic
Watch), Edison Siahaan mengatakan bahwa "Sayangnya, pengelolaan DPJ tidak
transparan. Bahkan pemerintah belum pernah menggunakan DPJ, dan menjelaskan
jumlah DPJ yang terhimpun sejak 2009." Jika kita mengutip akan pernyataan
tersebut ada benarnya juga bahwa pemerintah belum transparan akan DPJ yang
telah didapatkan dari setiap daerah untuk melakukan perbaikan jalan karena
masih dalam masa transisi atau masa dimana DPJ masih diambil dari APBN atau
APBD, dan walaupun dana telah didapatkan fakta dilapangan bahwa adanya tidak
keseimbangan dan kesesuaian antara dana yang dikeluarkan dengan perbaikan jalan
yang dibutuhkan, sehingga pemerintah biasanya sering mengeluarkan dana tambahan
dalam hal perbaikan jalan.
Karena dana ini seharusnya didapatkan
dari beberapa pajak dan retribusi yang didapatkan dari pengguna jalan maka
dibutuhkan adanya suatu bentuk konsep perencanaan yang lebih baik sehingga
untuk kedepannya dengan didukung suatu landasan hukum dan teori yang kuat sehingga
dapat mengatur pengelolaan suatu lembaga yang professional, berkelanjutan, akuntabilitas,
transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian akan
dana preservasi jalan yang telah di dapatkan, sehingga pada saat terjadi
kerusakan jalan pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana yang lebih atau dana
yang tidak sesuai dengan peruntukkannya karena ada lembaga khusus yang akan
menangani dana tersebut. Diharapkan kedepannya dana preservasi jalan sesuai
dengan prinsipnya yaitu berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan,
dan kesesuaian dengan
penggunaanya.